SUARA NEGERI ■ Dalam upaya penegakan hukum dalam kerangka penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang Baik (Good Governance), Pemerintah Kabupaten Way Kanan, Lampung menggelar Focus Group Discusion (FGD), Kamis (12/11).
Turut sebagai narasumber diantaranya Bupati Way Kanan, Forkopimda, SKPD dengan narasumber Pimpinan KPK serta Ketua Komite I DPD RI H Fachrul Razi yang membidangi Hukum.
Dalam Catatan, Senator Fachrul Razi mengatakan, bahwa korupsi merupakan salah satu masalah besar yang diperangi bangsa ini sejak dari awal merdeka.
Selain korupsi, Ketua Komite I DPD RI menyinggung terkait penyelenggaraan Pilkada Desember 2020 yang rentan praktek Korupsi.
" Dalam konteks Pemerintahan Daerah, situasi menjadi lebih kompleks ketika proses politik dalam Pilkada menjadi mahal dan di sisi lain, tak semua Kepala Daerah cukup memahami regulasi. Dampaknya, urusan dengan hukum rentan dialami Kepala Daerah," ujarnya.
Pelimpahan kewenangan Pembina Kepegawaian dari Kepala Daerah ke Sekretariat Daerah. Hal ini dimaksudkan selain untuk mengurangi besarnya kewenangan yang dimiliki oleh Kepala Daerah juga untuk menjaga netralitas ASN terkait dengan kepentingan politik.
Kewenangan mutasi ASN diserahkan kepada Sekretaris Daerah dengan pertimbangan dari BAPERJAKAT dan diawasi oleh KASN dengan didasarkan pada sistem merit yang ketat dan adanya pemberlakuan sanksi bagi yang melanggar.
Menurut Senator Fachrul Razi, Faktor - Faktor terjadinya korupsi dan masalah Hukum diantaranya ; Pra pilkada, lemahnya kaderisasi partai serta Beratnya Calon Independen.
Saat Pilkada berlangsung, kata dia, Ongkos Pilkada mahal. Terakhir pasca Pilkada, kurang konpetensi pemahaman regulasi serta terjadinya monopoli kekuasaan hal inilah yang menyebabkan lemahnya akuntabilitas.
Alternatif solusi terkait Sinergi Nasional menurut Fachrul Razi, Pertama, bersama bersikap terbuka dan berdiskusi melakukan pemetaan masalah secara lebih sinergis berdasarkan pengalaman bersama di masing-masing instansi, demi mewujudkan pemerintahan yang bersih. Perlu dipertimbangkan dukungan terbatas dari APBN untuk mendukung kaderisasi politik kenegaraan di partai, sehingga praktik mahar dapat diminimalisir.
"Perlu tindakan tegas dan terukur dalam pelaksanaannya," imbuhnya.
Kedua, mendorong agar revisi UU Pilkada dapat menjawab kebutuhan proses politik yang murah. Gunakan teknologi dalam upaya efisiensi pembiayaan serta meminimalisir waktu penyelenggaraan Pilkada.
Ketiga, Perlu uji kompetensi oleh tim ahli dan akademisi independen terkait kapasitas dan kapabilitas calon kepala daerah sebelum disahkan KPU.
Keempat, mendorong efektivitas implementasi Perpres 54 tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi sebagai pintu masuk sinergi nasional mewujudkan Pemerintahan Bersih demi Pembangunan Daerah. (MI/02)