SUARA NEGERI ■ Pengda IJTI Sulteng mengecam mengenai perampasan alat kerja dan penghapusan rekaman video wartawan oleh salah satu anggota polisi saat meliput pertemuan antara kapolda sulteng dengan personel polisi di Mapolres Banggai.
Tak hanya itu, Pengda IJTI Sulteng juga menyayangkan tindakan tersebut.
"Kami sangat menyayangkan masih ada oknum polisi yang berlaga seperti Preman. Tindakan merampas alat kerja jurnalis, apalagi sampai menghapus karya jurnalistik adalah bentuk pelanggaran hukum nyata terhadap undang-undang pers," ujar Ketua IJTI Sulteng, Rahman Odi, pada Kamis (18/11/21) di Palu.
Menurut Odi, sikap tersebut sangat bertolak belakang dengan profesionalitas Kepolisian dan Pers dalam menjalin kemitraan selama ini.
"Kami tidak setuju terhadap perlakuan oknum polisi seperti itu. Padahal sejauh ini Polda Sulteng sudah membangun komunikasi yang baik dengan media dan para Jurnalis," tegas Odi.
Sebagai pimpinan organisasi, Odi menegaskan, IJTI Sulteng selalu berupaya mewujudkan hubungan harmonis antara insan pers, khususnya anggota IJTI, dengan pihak Kepolisian.
"Secara organisasi kami juga terus mengingatkan kepada teman-teman jurnalis televisi, untuk selalu membangun komunikasi yang baik dalam setiap peliputan, dalam waktu dan situasi apapun, agar informasi atau pemberitaan yang kita hasilkan selalu kredibel dan berkualitas, tentunya bermanfaat untuk masyarakat luas," tandas Odi.
Kronologis Kejadian
Sebelum Kapolda Sulteng memberikan arahan kepada personel Polres Banggai, jurnalis Tv One, Andi Baso Hery mengambil gambar di aula Mapolres Banggai. Setelah itu jurnalis disuruh keluar ruangan karena arahan internal akan dimulai.
Saat berada di luar ruangan jurnalis Tv One tersebut kemudian disusul oleh salah satu polisi yang diduga berpangkat Brigadir dengan nama HERMI.
Polisi itu meminta korban menghapus seluruh gambar dokumentasi dari handphone. Gambar dokumentasi sudah terhapus, namun polisi tersebut tidak yakin. Polisi itu lalu merampas handphone dan membentak – bentak korban secara berulang-ulang.
Korban kemudian balik bertanya ke polisi itu terkait apa permasalahannya dengan gambar itu? namun pertanyaan itu tidak digubris. polisi tersebut terus mengintimidasi dengan suara keras “hapus, hapus, hapus” secara berulang.
Ketegangan antara korban dengan polisi yang diduga sebagai pelaku berakhir setelah anggota polisi lainnya melerai. Namun gambar-gambar video liputan korban sudah terhapus. Atas peristiwa itu IJTI Sulteng menilai, tindakan intimidasi, perampasan alat kerja, hingga penghapusan paksa video liputan itu menciderai semangat kemerdakaan pers sekaligus merendahkan profesi jurnalis yang dilindungi Undang-undang, yakni pasal 18 ayat 1 UU Nomor 40 tahun 1999.
Terkait insiden ini, IJTI Sulteng juga meminta Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah mengusut kasus itu dan memberi sanksi kepada pelaku.
"Kapolda Sulteng agar mengedukasi semua personel polisi di Sulawesi Tengah agar bersikap profesional saat berinteraksi dengan jurnalis," tegasnya. (Jamal)