SUARA NEGERI | JAKARTA — Terjaring tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ketua Umum (Ketum) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa mengaku Bupati Pemalang, Mukti Agung Wibowo (MAW) bukan kadernya.
Hal itu disampaikan oleh Suharso usai mengikuti acara Politik Cerdas Berintegritas (PCB) Terpadu 2022 yang diselenggarakan oleh KPK di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Senin siang (15/8).
"Ya kita Innalillahi wa innaillaihi rojiun. Sebenarnya bukan kader PPP," ujar Suharso kepada wartawan.
Namun demikian, dengan ditangkapnya Bupati Mukti tersebut, Suharso mengaku akan mengambil pembelajaran ketika melakukan seleksi terhadap orang-orang yang akan didukungnya dalam kontestasi Pilkada.
"Ke depan, yang kaya begini yang kita coba cari memaksimalkan supaya mereka-mereka yang terpilih itu benar-benar bisa terhindar dari hal-hal yang tidak kita inginkan," kata Suharso.
Suharso mengaku, PPP akan mewajibkan setiap bakal calon (Bacalon) anggota legislatif maupun Bacalon kepala daerah untuk memiliki sertifikat antikorupsi dari KPK.
"Yang paling pertama buat PPP adalah orang, waktu merekrut orang itu yang paling penting. Owh iya tadi saya sudah bilang, harus ada sertifikasi untuk seluruh bacaleg dan bahkan kemudian nanti para pengurus partai kita untuk saya wajibkan mengikuti ini," pungkasnya.
Bupati Mukti bersama lima orang lainnya resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pemalang, Jawa Tengah setelah terjaring tangkap tangan KPK pada Kamis (11/8).
Kelima orang lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Adi Jumal Widodo (AJW) selaku Komisaris PD Aneka Usaha (AU); Slamet Masduki (SM) selaku Pj Sekda Pemkab Pemalang; Sugiyanto (SG) selaku Kepala BPBD Pemkab Pemalang; Yanuarius Nitbani (YN) selaku Kadis Kominfo Pemkab Pemalang; dan Mohammad Saleh (MS) selaku Kadis PU Pemkab Pemalang.
Dalam kegiatan tangkap tangan itu, KPK mengamankan uang tunai sebesar Rp 136 juta, buku tabungan Bank Mandiri atas nama Adi Jumal Widodo dengan total uang yang masuk sekitar Rp 4 miliar, slip setoran Bank BNI atas nama Adi Jumal Widodo dengan jumlah Rp 680 juta, dan kartu ATM atas nama Adi Jumal Widodo yang digunakan Mukti.
Tersangka Mukti merupakan Bupati Pemalang periode 2021-2026 yang memenangkan kontestasi Pilkada Serentak 2020 lalu dengan diusung oleh PPP dan Partai Gerindra.
Dalam perkaranya, Bupati Mukti dalam beberapa bulan setelah dilantik menjadi Bupati Pemalang melakukan perombakan dan pengaturan ulang terkait posisi jabatan untuk beberapa eselon di lingkungan Pemkab Pemalang.
Sesuai arahan Bupati Mukti,, Badan Kepegawaian Daerah Pemkab Pemalang membuka seleksi terbuka untuk posisi jabatan pimpinan tinggi Pratama (JPTP).
Dalam pemenuhan posisi jabatan tersebut, diduga ada arahan lanjutan. Perintah Bupati Mukti meminta agar para calon peserta yang ingin diluluskan untuk menyiapkan sejumlah uang.
Terkait teknis penyerahan uang dilakukan melalui penyerahan tunai lalu oleh tersangka Adi Jumal dimasukkan ke dalam rekening banknya untuk keperluan Bupati Mukti.
Bupati Mukti menugaskan Adi Jumal yang adalah orang kepercayaannya untuk mengumpulkan uang dari para calon pejabat tersebut. Adapun besaran uang untuk setiap posisi jabatan bervariasi disesuaikan dengan level jenjang dan eselon dengan nilai berkisar antara Rp 60-350 juta.
Selanjutnya, pejabat yang akan menduduki posisi jabatan di Pemkab Pemalang, di antaranya tersangka Slamet Masduki (SM) untuk jabatan Pj Sekda, tersangka Sugiyanto (SG) untuk jabatan Kepala BPBD, tersangka Yanuarius Nitbani (YN) untuk jabatan Kadis Kominfo, dan tersangka Mohammad Saleh (MS) untuk jabatan Kadis PU.
Terkait pemenuhan posisi jabatan di Pemkab Pemalang, diduga Bupati Mukti melalui Adi Jumal telah menerima sejumlah uang dari beberapa ASN di Pemkab Pemalang maupun dari pihak lain seluruhnya berjumlah sekitar Rp 4 miliar.
Sejumlah uang yang telah diterima Bupati Mukti melalui Adi Jumal selanjutnya dipergunakan untuk berbagai keperluan pribadi Bupati Mukti. Bupati Mukti juga diduga telah menerima uang dari pihak swasta lainnya terkait jabatannya selaku Bupati sejumlah sekitar Rp 2,1 miliar.
Sumber: RMol