SUARA NEGERI | KUTAI BARAT – Histori penyegalan lokasi tambang batubara milik PT Kedap Sayaaq (KS), oleh Dirjen Gakkum LHK di kawasan Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), masih menjadi tanda tanya oleh masyarakat lingkar tambang yang merupakan tenaga kerja di perusahaan tersebut.
Ironisnya penyegalan terhadap kawasan hutan milik Kementerian Kehutanan yang dipinjam pakai PT KS untuk eksplorasi batubara, dilakukan oleh Dirjen Gakkum LHK Rasio Ridho Sani, saat mendampingi Komisi IV DPR RI yang dipimpin Rusdi Masse Mappaseseu Fraksi Nasdem, dalam kunjungan kerja ke PT KS.
Penyegelan dan penghentian aktivitas kerja tambang PT KS itu, menjadi perhatian khusus dari Komisi VII DPR RI, Bidang Energi Riset dan Teknologi dan Lingkugan Hidup. Sehingga pihaknya melakukan kunjungan kerja spesifik yang dipimpin Bambang Haryadi dari Fraksi Gerindra, didampingi Direktur Batu Bara Ditjen Minerba Lana Saria, belum lama ini.
“Hal ini menjadi perhatian khusus bagi kita semua. Domainnya ada di dua kementerian. Yakni Kementerian ESDM dan Kementerian LHK. Keduanya merupakan mitra dari komisi VII di DPR RI. Untuk itu kita akan cek semua dokumen kebenarannya dari kedua bidang tersebut,” jelas Bambang disela peninjauan lokasi tambang PT KS yang disegel.
Bambang juga membeberkan, bahwa KEPMEN 77 dari Kementerian Lingkungan Hidup masih sah dan berlaku. “Terlebih lagi ketika ada putusan kasasi yang memenangkan Kementerian Lingkungan Hidup. Makanya kami harus cek permasalahannya, sehingga kami tidak ingin ada kepentingan koorporasi yang menyandera kepentingan masyarakat,” tegas Bambang.
Tidak hanya itu, Bambang juga menyebut, pihaknya akan berkonsultasi dengan Kejaksaan Agung (Kejagung-RI). “Karena dalam undang undang Kejaksaan yang baru, mereka boleh masuk didalam unsur-unsur yang mengganggu perekonomian negara,” tandasnya.
Untuk itu dirinya bersama Anggota Komisi VII DPR RI, akan menelusuri pangkal permasalahan dari peristiwa penyegelan lokasi dan penghentian aktivitas kerja tambang PT KS dari pihak Dirjen Gakkum LHK beberapa waktu lalu.
“Akta perdamaian antara PT Kedap Sayaaq - Kementerian Lingkungan Hidup, dikeluarkan oleh Dirjen Planologi dan Kehutanan dan Tata Lingkungan. Sementara yang menyegel dari Dirjen Gakkum LHK. Oleh karena itu, kita akan panggil dan singkronkan mana saja datanya yang akurat. Terimakasih juga kepada PT KS sudah memberikan semua data yang kita inginkan,” imbuhnya.
Dikonfirmasi terpisah, perwakilan Direksi PT KS Dipa menjelaskan, aktivitas pertambangan berdasarkan terbitnya Akta Perdamaian antara PT KS dan Kementerian Lingkung Hidup, (Dalam Pailit), dengan Nomor: PKS.1/REN/PPKH/PLA.0/8/2022. Nomor 295/KSQ-Pailit/VIII/2022, tentang komitmen membayar PNBP-PKH Terutang atas nama PT Kedap Sayaaq. Dengan demikian dokumen ippkh PT KS telah dipulihkan kembali dan efektive berlaku.
“Dari Kementerian ESDM meminta PT KS untuk bertanggungjawab dari sisi pengangkatan dalam pailit hingga tanggal 20 September 2022. Sementara lokasi tambang disegel Dirjen Gakkum LHK pada 3 September 2022. Jadi gimana kita mau lunasi hutang PNBP-PKH ke Negara, kalau ada tindakan bahwa kita tidak diberi kesempatan untuk bekerja,” jelas Dipa.
Dia juga meminta perlindungan hukum kepada Presiden Jokowi atas peristiwa yang menimpa PT Kedap Sayaaq. “Logika berpikirnya dari Komisi IV DPR RI dan Dirjen Gakkum LHK ini ada apa. Sementara Negara mendapat pemasukan, tapi Dirjen Gakkum sebagai pejabat negara, menghalangi negara untuk mendapatkan uang,” pungkasnya.
Untuk diketahui sebelumnya Menteri LHK, Siti Nurbaya, membuat Surat Keputusan Nomor: SK.77/Menlhk/Setjen/PLA.0/3/2021, mencabut pencabutan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan operasi produksi (Eksploitasi) batubara dan sarana penunjang atas nama PT Kedap Sayaaq (Tahap I) seluas 2.568,37 hektar.
Sedangkan IUP-IPPKH itu berada pada Kawasan Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi Tetap, di Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur. Pencabutan izin tersebut, Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.528/Menhut-II/2012 tanggal 24 September 2012, dinyatakan tidak berlaku lagi.(Taufiq)