SUARA NEGERI | JAKARTA — Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa Ferdy Sambo dengan hukuman penjara seumur hidup atas kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Sidang tuntutan ini digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Tuntutan itu diberikan kepada Ferdy Sambo dengan menimbang sejumlah pertimbangan yang dianggap menjadi hal yang memberatkan terdakwa.
"Perbuatan terdakwa menghilangkan nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat dan luka yang mendalam bagi keluarganya. Terdakwa berbelit dan tidak mengakui perbuatannya dan memberikan keterangan di persidangan," kata JPU dalam persidangan, Selasa (17/1).
Terkait tuntutn ini, Ferdy Sambo akan mengajukan pembelaan atau pleidoi pekan depan.
Sementara Hakim mempersilakan Sambo berkonsultasi terlebih dahulu. Mulanya, hakim ketua Wahyu Iman Santoso bertanya apakah Sambo akan mengajukan pleidoi terkait tuntutan yang dibacakan jaksa penuntut umum.
"Terdakwa sudah mendengar tuntutan dari jaksa penuntut umum. Silakan berkonsultasi dengan penasihat hukum Saudara," kata hakim Wahyu.
Sambo mengaku sudah berkonsultasi dengan pengacaranya. Pengacara Sambo, Arman Hanis, memohon waktu kepada majelis hakim untuk menyusun nota pembelaan pribadi dan dari penasihat hukum.
"Bagaimana, Saudara apa penasihat hukum yang berbicara?" tanya hakim Wahyu.
"Terima kasih atas kesempatannya, kami minta diberikan waktu untuk menyampaikan pleidoi pribadi dari Terdakwa maupun pleidoi dari penasihat hukum," jawab Arman.
Hakim memberikan waktu selama satu minggu. Sidang ditunda dan akan kembali digelar Selasa (24/1) dengan agenda pembacaan pleidoi.
"Kami berikan waktu satu minggu kepada penasihat hukum sebagaimana kami berikan waktu satu minggu kepada penuntut umum untuk menyusun tuntutan. Tapi karena pada saat yang sama kami berikan kesempatan persidangan untuk Kuat dan Ricky Rizal, untuk pagi hari kami berikan waktu yang penuh sampai sore kepada penasihat hukum, karena kemarin kami berikan waktu dalam hal ini mau bukti-bukti juga mau menjelaskan yang kemarin kami tolak, kami berikan Selasa," kata hakim Wahyu.
Sementara menurut JPU, apa yang dilakukan Ferdy Sambo tidak sepatutnya dilakukannya sebagai aparat penegak hukum. Apalagi, jabatan terdakwa saat itu merupakan Kadiv Propam Polri.
"Akibat perbuatan terdakwa, menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang luas di masyarakat. Perbuatan terdakwa tidak sepantasnya dilakukan dalam kedudukannya sebagai aparatur penegak hukum dan petinggi Polri," ujarnya.
"Perbuatan telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat Indonesia dan dunia Internasional. Perbuatan terdakwa telah menyebabkan banyaknya anggota Polri lainnya turut terlibat," sambung JPU.
Selain itu, JPU menegaskan, tidak ada hal yang dapat meringankan Ferdy Sambo dalam perkara yang menjeratnya.
"Hal-hal yang meringankan tidak ada," tegasnya. (*)