SUARA NEGERI | JAKARTA — Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mendukung tekad Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto yang berencana memperkuat tiga matra militer, dalam hal ini TNI AD, TNI AL, dan TNI AU. Terutama komando teritorial yang merupakan tulang punggung pertahanan Indonesia.
"Menurut Prabowo, komando teritorial atau Koter adalah senjata rahasia Indonesia yang akan digunakan saat menghadapi pemberontakan sebagai pertahanan terdepan dalam sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (siskanhamrata)," ujar Bamsoet usai bertemu Menteri Pertahanan Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto di Kediaman Kertanegara Kebayoran Baru Jakarta, belum lama ini.
Penguatan kepada tiga matra di TNI ini sejalan dengan arahan dan amanat Presiden Joko Widodo (Jokowi). Termasuk mendorong perkembangan industri pertahanan nasional yang dilakukan pelaku usaha swasta dalam negeri. Presiden Joko Widodo meminta, pemenuhan alat utama sistem senjata (alutsista) harus diprioritaskan dari dalam negeri. Baik melalui BUMN maupun dari pelaku usaha swasta nasional.
"Di sejumlah negara besar di dunia, kontraktor industri pertahanan swasta sangat dilibatkan. Selain untuk memperkuat kedaulatan industri pertahanan dalam negeri, juga sebagai penopang perekonomian nasional negara yang bersangkutan," jelas Bamsoet.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, Indonesia dapat belajar dari Turki. Turki dalam dua dekade terakhir mampu melepaskan sekitar 70 persen ketergantungan atas suplai impor alat pertahanan. Beberapa industri pertahanan milik swasta di Turki bahkan telah masuk 100 besar dunia. Seperti Alsesan, Turkish Aerospace Industry, dan Roketsan.
"Dalam APBN 2023, Kementerian Pertahanan mendapatkan alokasi anggaran mencapai Rp 134,3 triliun. Kementerian Pertahanan juga memproyeksikan, sepanjang tahun 2020-2040, Indonesia setidaknya membutuhkan Rp 1.700 triliun untuk Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam). Besarnya anggaran tersebut harus bisa dimanfaatkan untuk memperkuat pelaku usaha swasta nasional dalam industri pertahanan Indonesia," kata Bamsoet
Wakil Ketua Umum FKPPI dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN ini menegaskan dukungannya terhadap tekad Menhan Prabowo untuk melibatkan pihak swasta dalam industri pertahanan nasional karena telah memiliki landasan hukum kuat. Kebijakan ini secara spesifik diatur dalam pasal 74 UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020, sebagai revisi dari regulasi terdahulu, yaitu Pasal 11 Ayat (1) Huruf a UU No 16/2012 tentang Industri Pertahanan.
"Saat ini BUMN yang bergerak di bidang industri pertahanan belum sepenuhnya bisa memenuhi kebutuhan penyediaan alutsista dalam negeri, karenanya keterlibatan pihak swasta sangatlah penting. Sebagai contoh, dari kebutuhan sekitar 1,2 miliar peluru setiap tahunnya yang dibutuhkan TNI, PINDAD hanya mampu memasok sekitar 300-400 juta butir peluru. Sisanya, lebih baik ditangani oleh pelaku usaha swasta dalam negeri, daripada memasok peluru dari pelaku usaha luar negeri," pungkas Bamsoet. (*)