SUARA NEGERI | BLITAR — Bersama OPD terkait, BPC Gapensi Kabupaten Blitar sampaikan unek-unek masalah proyek yang tidak merata dihadapan anggota Komisi III DPRD Kabupaten Blitar.
Perubahan sistem pengadaan barang dan jasa secara manual menjadi sistem katalog elektron (e-katalog) membuat para rekanan atau kontraktor di Kabupaten Blitar kebingungan untuk mengakses pekerjaan pemerintah. Baik dari pusat maupun daerah.
“Transisi sistem ini seharusnya butuh proses. Maka dari itu, kita sampaikan kepada legislatif dan dinas terkait untuk dilaksanakan secara proposional. Namun kelemahannya, tadi sudah saya sampaikan bahwa secara umum (publish) sistem tersebut sangat sulit untuk diakses,” ungkap Ketua Badan Pimpinan Cabang Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (BPC Gapensi) Kabupaten Blitar, Thoat Masruchi usai dengar pendapat bersama legislatif dan dinas terkait di Kantor DPRD setempat kepada awak media.
Menurutnya sistem e-katalog justru dapat memperburuk keadaan dan tidak menguntungkan terhadap penyedia jasa kontruksi lokal. Malahan, banyak kelemahan yang memberi ruang terjadinya dugaan praktek kongkalikong dan tindak pidana korupsi.
“LKPP dibentuk berdasarkan Perpres No 106 tahun 2007 yang ingin mewujudkan proses pengadaan barang dan jasa agar lebih efisien dan bersih dari kecurangan, malah sebaliknya. Keberadaan sistem e-katalog bisa dibilang masih amburadul. Sebab secara kelembagaan, kita belum bisa mengakses pekerjaan dengan maksimal,” kata Thoat.
Kemudian Thoat berpendapat, sesuai Permen PUPR No 1 Tahun 2023 tentang pedoman pengawasan penyelenggaraan jasa kontruksi, pihaknya mempunyai kontribusi yang sama dalam hal pelaksanaan pengawasan.
Maka dari itu, pihaknya telah mempersiapkan tim teknik audit yang mempunyai sertifikasi untuk mengaudit kewajaran harga dalam pelaksanaan penawaran proyek Pemda.
“Meski demikian kami merasa tidak dilibatkan. Kami tidak diberikan akses ke sana. Seharusnya, kami berfungsi baik kepada anggota dan terhadap projek pemerintah. Tadi juga saya sampaikan, ada pekerjaan yang belum ada papan namanya. Ternyata sudah terintegrasi, dan kami tidak tahu,” ujarnya.
Selanjut pengusaha muda ini berharap, agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kabupaten Blitar dapat membina penyedia jasa kontruksi yang ada secara proposional.
“Sebab, adil itu tidak mesti sama. Yang kami minta Pemkab harus proporsional, karena anggota kami sekarang ada 69 badan usaha. Sementara, kita tidak tahu berapa jumlah rekanan yang sudah menjadi mitra pemerintah dan yang mendapatkan pekerjaan. Umpamanya, seperti hujan tidak merata,” jelasnya.
Menanggapi hal itu, dalam dengar pendapat (hearing) Kepala Dinas PUPR Kabupaten Blitar, Dicky Cobandono mengucapkan terimakasih atas segala masukkan yang disampaikan dalam hearing, merupakan hal baik untuk membangun Kabupaten Blitar menjadi lebih baik.
“Ini hanya masalah metode. Nanti kita komunikasikan ulang. Semua bisa mempunyai kesempatan. Tinggal Mas Thoat bersama rekan-rekan masukan saja daftar harga di etalase,” ujarnya. (rl/Byu)