SUARA NEGERI | JAKARTA — Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin meminta Bank Indonesia dan Pemerintah untuk mewaspadai kenaikan inflasi akibat rencana penerapan kebijakan redenominasi mata uang rupiah.
"Redenominasi rupiah tentu memiliki tujuan baik dalam menyederhanakan dan meningkatkan posisi tawar rupiah dalam proses perdagangan dan perekonomian Indonesia dan global. Kami sangat mendukung kebijakan Redenominasi BI tersebut dengan beberapa catatan", ujar Sultan melalui keterangan resminya, pada Sabtu (01/06).
Menurut mantan ketua HIPMI Bengkulu itu, penerapan kebijakan redenominasi rupiah perlu memperhatikan potensi inflasi akibat psikologis pasar yang shock dan memanfaatkan kebijakan tersebut untuk menetapkan harga barang secara sepihak. Di sisi lain, pemerintah perlu memitigasi dampak money illusion publik terhadap nilai mata uang baru.
"Kami melihat peluang terjadinya inflasi akan menjadi sangat terbuka di tengah ketidakpastian ekonomi global saat ini. Meskipun tumbuh baik, sesungguhnya fundamental ekonomi nasional yang ditopang oleh aktivitas konsumsi masyarakat belum siap menerima kebijakan tersebut", tegas Sultan.
Hal ini, sambungnya, dikarenakan penetapan harga barang masih memberlakukan nilai uang dengan pecahan ratusan rupiah. Redenominasi mungkin akan menyebabkan nilai uang menjadi lebih efisien, tapi dalam jangka pendek secara ekonomi rasanya menjadi tidak efektif mendorong daya beli masyarakat.
"Selain inflasi, pemerintah juga perlu mempertimbangkan perihal anggaran pencetakan uang baru dan sosialisasi redenominasi tersebut", tutupnya.
Masyarakat mengkhawatirkan rencana kebijakan redenominasi yang memangkas mata uang rupiah Rp 1.000 menjadi Rp 1 dapat memicu kenaikan harga-harga barang. Bank Indonesia pun telah melihat persoalan serupa.
Rencana redenominasi ini sebetulnya telah termuat dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi Rupiah. RUU itu telah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati masukkan ke dalam rencana strategis Kementerian Keuangan 2020-2024. Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2020. (*)