(Mengkaji Filsafat Tari)
catatan hati : Pinto Janir
Andra , izinkan ambo untuk salut ke Andra. Teruslah menjadi penggerak dan pejuang kesenian.
Muntahlah sepuas hatimu. Jangan biarkan ia menjadi penyakit yang merusak orgen kehidupan!
Yang penuh carut itu dunia kusut, bukan dirimu. Kalau pun muncul dari mulutmu carut, itu adalah bahasa batang tubuh yang tak sanggup menerima virus yang harus dimuntahkan!
Andra, ambo menyimak...
Andra sangat peduli pada perkembangan dan kemajuan seni. Terutama, seni tari. Tidak banyak seniman seperti Andra.
Andra bersuara dan Andra mencarikan solusinya lalu mewujudkannya.
Kau bukan kumpulan retorika. Tapi adalah pelaksana pikiran tanpa basa basi. Jujur dan terus terang!
Ketulusan Andra untuk memberikan kesempatan yang sama kepada anak negeri untuk berlatih dan mengenal tari itu sangat dipujikan.
Tari itu bahasa jiwa yang bergerak.
Tari itu tidak sekedar menari. Banyak filosofi yang tertanam dan tertata pada penataan tari. Dinamiknya selaras gerak. Gerak sesuai rantak. Rantak sesuai " mat" kehidupan.
Kecerdasan itu bisa bangkit dan diawali dengan gerak.
Dek garak mangko manggarik.Bukankah begitu, Andra?
Mungkin sedikit orang yang tahu bahwa tali budi dan tali tari itu terhubung dengan kuat.
Tari dan menari itu adalah cermin
" peradaban" dan " kebudayaan ". Tari merekam kebudayaan. Ia jadi cermin. Ia adalah aksara jiwa yang memberi terang bagi jalan pikiran.
Bangsa bangsa yang berkebudayaan pasti mencerminkan nilai nilai kehidupannya melalui gerak tari.
Tari adalah ekspresi jujur sebuah peradaban . Tari itu cermin ketulusan nafas bersemayam di batang tubuh. Setulus kasih ibu kepada anaknya. Setulus anak merawat ibunya di masa tua.
Ya, seperti Andra yang tak pernah meninggalkan ibu dan dengan tulus serta penuh kasih merawatnya. Doa ibu menembus langit!
Tari itu adalah " ibu" kebudayaan yang harus kita rawat dengan pikiran kebajikan karena ia melahirkan kepribadian berbudi.
Bukan melahirkan kemewahan atau kegemerlapan. Tapi ,
" kemegahan " pikiran dalam media gerak.
Teruslah Andra.
Teruslah bersuara.
Karena Tari adalah karakter dan salah satu identitas kebudayaan.
Andra... Mari kita bangun " karakter" melalui media tari.
Ambo pernah dulu menulis tentang harapan.
Harapan ambo adolah hidupnyo kegiatan berkesenian di tiap kelurahan dan nagari di Sumatera Barat, bila perlu menyeluruh ke nusantara. Biarkan ia menjadi perekat bangsa.
Alangkah elegannya bumi ranah bundo bila tiap kelurahan dan nagari memiliki satu sanggar seni tari.
Tari itu adalah gema kegembiraan. Kita sering bersedih, mungkin karena kurang menari. Tari itu sehat. Karena Tari itu kegembiraan yang membahagiakan. Dalam jiwa yang gembira terdapat pikiran kreatif!
Andra.... Bayangkan!
Sekiranya di tiap kelurahan dan nagari ada taman taman budaya mini, betapa bahagianya itu nagari.
Tempat latihannya di masing masing kantor/ balai pemuda.
Sanggar di kelola pemuda atau pihak nagari/kelurahan. Pelatihnya, bisa kita kerjasamakan dengan pegiat tari dan perguruan tinggi. Misalnya, dengan UNP melalui sendratasiknya dan ISSI.
Tiap tahun, banyak lulusan dari kedua perguruan tinggi itu. Honor pelatih berasal dari swadaya dan donasi masyarakat setempat.
Di tiap nagari, pembiayaan bisa melalui dana desa yang miliaran tiap tahun.
Ambo pernah mencoba ini ketika menjadi ketua pemuda di Gunung Pangilun ketika usia ambo 20 an atau di bawah 30 tahun.
Kantua pemuda kami jadikan sanggar seni. Adoh band adoh tari. Olahraga juga dihidupkan. Adoh bola. Adoh silek. Adoh taekwondo.
Hasilnyo, tumbuah anak anak muda terampil dan berkarakter. Katikok ambo bersama H Yendril dkk mendirikan TV lokal swasta, 70 persen dari karyawan Favorit Televisi adolah pemuda Gunuang Pangilun. Itu sejarah tak bisa dihapus.
Semua dari tari atau gerak...
Makonyo ambo bersemangat untuk bersama sama mendirikan sanggar tari bersama Pak Halius Hosen dan Itat Rina Hastuti . Namonyo Pelangi Ranah Minang... nan kini ba a perkembangannyo indak taikuti dek ambo karano lah sibuk jo karajo nan lain.
Tujuannya, ya itu tadi, membentuk karakter dan kreativitas anak negeri.
Andra, ambo salut ka gerakan perjuangan Andra. Kita menjadi seniman bukan karena "diminta minta" untuk jadi seniman. Tapi, setiap seniman tanpa diminta minta harus menjadi " pejuang" penggerak dan aktivis sosial di tengah kehidupan masyarakat.
Andra teruslah bersuara...
Ambo sampai kini masih tetap bacito cito punyo sanggar. Punyo tampek untuk latihan. Di mano di sanggar tu adoh urang bamusik, bapuisi, ba teater, baraja menulis, manari.
Semua gratis.
Tujuannya tidak mengutamakan nilai industri ( nilai pitih masuk) tapi nilai produksi nan produktif.
Sajak 20 tahun silam ambo sering bersuara dan menuliskan pikiran dengan menyarankan kepada Gubernur, walikota dan bupati untuk mengeluarkan instruksi, bisa berupa atau semacam pergub/perwako/perbup untuk menginstruksikan dan mewajibkan seluruh hotel hotel berbintang wajib menampilkan satu tari sekali 15 hari.
Wajib pula memutar instrumen musik minang di loudspeaker hotel hotel tersebut. Supaya berkembang musik tradisi minang.
Tujuannya supaya sanggar tari dan berkesenian benar benar hidup di Minangkabau. Hidup dan maraknya dunia berkesenian akan menghidupkan " jalan pikiran" anak negeri untuk menciptakan hidup damai, nyaman, kreatif dan menjadi lebih baik dan beradab.
Instansi instansi atau dinas dinas yang punya acara kegiatan untuk menampilkan seni tradisi/tari...jangan sanggarnya itu ke itu saja. Harus adil. Merata. Dan bergiliran.
Iko hanya bisa dijalankan kalau " mereka" sepersepsi dengan kita. Kalau tujuannya " sudah lain" adalah kewajiban kita untuk terus bersuara.
Adatnya seorang " aktivis" sejati tak akan pernah berhenti dan mundur bersuara sekalipun ia akan dibenci dan dikucilkan. Sebab, suatu saat waktu akan membuktikan kebenaran.
Jangankan dibenci oleh orang orang yang merasa " tergaduh" ... demi memperjuangkan kepentingan orang banyak, dipenjara dan mati sekalipun ia tak gamang...
Teruslah bersuara dan berbuat Andra...!
Demi umat.
Demi masa!
Salam pikiran.