CLOSE ADS
CLOSE ADS

Refleksi HUT RI Ke-79, Ini Harapan Aktivis Buruh Nasional Ke Kabinet Prabowo Gibran

SuaraNegeri.com
16 Agustus 2024 | 11:13 WIB Last Updated 2024-08-16T04:13:51Z

SUARA NEGERI | JAKARTA — Aktivis Buruh Nasional, Mirah Sumirat, SE yang juga Presiden Women Committee Asia Pasific UNI Apro, mengungkap perihatin dengan kondisi nasib pekerja/Buruh Indonesia yang semakin buruk saat ini. 

Dalam refleksi menyambut HUT RI Ke-79, Mirah menilai dampak dari penetapan upah murah sejak tahun 2015 lewat PP 78/2015 tentang Pengupahan yang menghilangkan perhitungan Komponen Hidup Layak ( KHL ), serta “meniadakan” fungsi Dewan Pengupahan yang mengakibatkan Politik Upah Murah berlaku tanpa hambatan, lalu  munculnya UU Omnibuslaw Cipta Kerja makin mempertegas politik Upah Murah bagi Pekerja/buruh Indonesia. 

Demikian disampaikan Mirah Sumirat, SE dalam keterangannya yang diterima Redaksi SuaraNegeri.com pada Jumat (16/8/2024).

Mirah Sumirat mengungkapkan, sebuah peribahasa yang tepat bagi nasib Pekerja/Buruh Indonesia adalah “Sudah jatuh tertimpa tangga” demikian nasib Pekerja/Buruh Indonesia. 

"Belum lagi usai derita Upah Murah mendera, kondisi ekonomi Pekerja/buruh Indonesia diperburuk dengan tingginya harga pangan dan harga barang kebutuhan pokok hampir 20% dari tahun 2022, sudah dirasakan sampai saat ini cenderung harga tidak terkendali," katanya.

Dampaknya daya beli turun, lanjut Mirah, dimana upah tidak bisa mengimbangi harga pangan dan kebutuhan dasar yang cenderung tidak terkendali. 

Penetapan upah murah menyebabkan daya beli masyarakat turun, sehingga barang dan jasa yang dihasilkan pengusaha kecil, menengah dan besar menjadi tidak laku. Dampak mengerikan adalah perusahaan banyak yang tutup karena produksi menumpuk alias tidak lalu, sehingga perusahaan melakukan PHK massal para Pekerja/Buruhnya sebagai jalan satu-satunya agar perusahaan bisa tetap berjalan .

Ternyata penderitaan itu bukan hanya milik Pekerja/buruh saja. Perusahaan banyak yang tutup bukan hanya karena dampak upah murah, tapi juga karena serbuan barang import terutama tekstil. Barang yang di produksi oleh perusahaan lokal menjadi tidak laku karena kalah saing dengan harga yang lebih murah  dengan kwalitas hampir sama.

"Belum lagi bergesernya model industri dari konvensional menjadi digitalisasi/otomatisasi membuat sebagian besar perusahaan tutup dan memPHK massal Pekerja/buruhnya," pungkasnya.

Menurutnya, derita rakyat belum berhenti, anak-anak Pekerja/buruh dihadapkan dengan kenaikan  biaya pendidikan (SPP), Uang Kampus Tunggal ( UKT) yang semakin mahal.

"Itu artinya, hanya anak-anak orang kaya saja yang bisa melanjutkan kuliah sedangkan anak pekerja/buruh tidak bisa merasakan jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Hal ini menyebabkan nasib hidup anak-anak Pekerja/Buruh semakin didorong ke sisi jurang kemiskinan, karena apa yang dicita citakan tidak terwujud, kandas ditengah jalan," tandasnya.

Padahal, lanjut Mirah, kita sama - sama tahu bahwa pendidikan itu dijamin oleh negara sesuai dengan amanat Konstitusi UUD 45, yaitu mencerdaskan kehidupan berbangsa.

Mirah Sumirat menyampaikan, kondisi kelas menengah saat ini perlahan tapi pasti masuk ke jurang kemiskinan, karena merasakan PHK massal tapi tidak mendapatkan bantuan sosial seperti kelompok kelas bawah yang mendapatkan bantuan sosial  dari pemerintah, meskipun bantuan sosial tersebut tidak semua orang miskin mendapatkan dan bantuannya tidak bersifat menyelesaikan kesulitan ekonomi mereka karena sifatnya tidak maksimal.

Ia mengingatkan, bahwa Tahun 2024 sudah semakin memasuki akhir Tahun, penetapan UMP (Upah Minimum Provinsi), jangan sampai  menimbulkan polemik diantara pekerja dan pengusaha. 

"Pemerintah harusnya belajar dari kondisi ekonomi rakyat saat ini, dampak upah murah membuat hidup Pekerja/Buruh semakin miskin dan kondisi pengusaha pun mengalami hal yang sama dimana hasil produksi barang dan jasa menjadi tidak laku akibatnya perusahaan menjadi bangkrut lalu tutup," ujarnya. 

Terkait hal ini, Mirah berpesan untuk penetapan UMP tahun 2025, jika ingin ekonomi membaik maka sebaiknya pemerintah tidak menerapkan Kebijakan Upah Murah bagi Pekerja/Buruh Indonesia.

Selain itu, Mirah Sumirat juga menyoroti tingkat penganguran yang tidak sesuai target selama dua periode pemerintahan Pak Jokowi. Pada awal Pemerintah menargetkan tinggkat pengangguran diakhir periode kepemimpinan di 2019 berada dikisaran angka 5 %. Namun, realisasinya angka pengangguran berada di atas 5 %.

"Kondisi yang hampir sama terjadi pada pemerintahan periode yang kedua, dimana targetnya lebih rendah yakni 3.6%-4-3% disampaikan dalam RPJMN 2020-2024. Tapi realisasinya, pengangguran masih di angka kisaran 5%, angka tersebut masih jauh dari capaian yang ditetapkan oleh pemerintah," bebernya.

Ia menilai, kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada Pekerja/Buruh dalam mengeluarkan kebijakan sangat mempengaruhi Hubungan Pekerja, Pemerintah dan Pengusaha (Tripartit).

"Undang -Undang Cipta Kerja awalnya diartikan sebagai undang-undang untuk mengundang investasi masuk ke Indonesia, namun kenyataannya justru banyak perusahaan  yang tutup dan PHK massal," sebutnya.

Oleh sebab itu, Mirah Sumirat mengajak Pekerja/Buruh dan Pengusaha untuk  membangun kembali Hubungan Industrial Pancasila supaya dilaksanakan oleh semua pihak.
Menjaga Hubungan yang Harmonis antara pekerja dengan pengusaha bisa menjadi jalan keluar yang baik bagi kedua belah pihak. 

"PHK adalah jalan terakhir yang diambil, pemerintah memfasilitasi dan melindungi pengusaha dan pekerja supaya tidak terjadi PHK. Pemerintah harus menjadi wasit yang adil. Banyak hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah supaya pabrik tidak tutup dan pekerja tidak di PHK, misal dengan memberikan subsidi produksi, pengurangan pajak dan lain -lain," imbuhnya.

Ia berharap pemerintah yang baru (Kabinet Prabowo Gibran) bisa memperbaiki kondisi ekonomi saat ini dengan memastikan semua warga negara Pekerja/Buruh mendapatkan kesejahteraan, Cita -cita semua pihak untuk mewujudkan Indonesia Emas bisa terealisasi.

Hal ini juga sesuai dengan  amanat Konstitusi UUD 45, pasla 27 ayat 2 menyatakan, “Tiap-tiap Warga negara berhak mendapatkan Pekerjaan dan Penghidupan yang Layak bagi kemanusiaan”.

"Jangan sampai Cita-cita Para Pendiri dan Pahlawan bangsa yang telah Berjuang dengan mengorbankan harta dan nyawa menjadi sia-sia karena melihat kondisi bangsa saat ini," ujarnya. (*)
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Refleksi HUT RI Ke-79, Ini Harapan Aktivis Buruh Nasional Ke Kabinet Prabowo Gibran

Trending Now

Iklan