SUARA NEGERI | PEMALANG — Acara Debat publik, calon Bupati dan Wakil Bupati Pemalang, pada Kamis (31/10/2024) di salah satu hotel di Pemalang menuai protes dari puluhan wartawan kota Nanas Pemalang.
Ihwal protes ini bermula, saat KPUD Pemalang hanya menyediakan ruang liputan bagi awak media, tetapi peliputan hanya diperbolehkan dari layar televisi saja.
Keputusan ini menimbulkan kekecewaan mendalam di kalangan wartawan, yang merasa terbatas dalam meliput secara langsung jalannya acara debat.
"Seolah-olah KPUD mengunakan aturan Keppres No. 17 Tahun 2023 tentang COVID-19. Padahal kita sedang tidak pandemi Covid, kita ditempatkan dan dibatasi di ruang "isolasi", sehingga kita tak bisa miliki akses untuk ambil foto dan video guna memenuhi kebutuhan tugas-tugas jurnalistik," keluh Himawan, wartawan Senior di Pemalang.
Menurutnya, kebijakan itu menyebalkan, karena tidak ada sosialisasi dan pemberitahuan sebelumnya ke para jurnalis.
Hal yang sama juga disampaikan Suheri. Pihaknya menyayangkan kebijakan KPUD Pemalang. Ia merasa bahwa pembatasan tersebut mengurangi kebebasan media dalam memberikan liputan yang komprehensif.
“Kami sangat menyayangkan langkah KPUD Pemalang yang hanya memperbolehkan peliputan di depan televisi. Seharusnya, penyelenggara memberikan akses langsung kepada wartawan untuk meliput acara,” ujarnya.
Reaksi serupa juga datang dari Aidin ST. dan rekan media lainnya, yang bahkan mencoba menghubungi Ketua KPUD Pemalang, Agus Setiyanto, melalui pesan WhatsApp guna mendapatkan klarifikasi. Namun, hingga berita ini ditulis, Agus belum memberikan respons yang jelas.
Menanggapi isu ini, praktisi hukum Imam Subiyanto, S.H., M.H., CPM, (SBY), menilai kebijakan KPUD Pemalang dapat memengaruhi transparansi dan kebebasan pers.
Menurutnya, larangan bagi wartawan untuk mengambil gambar pasangan calon bupati dalam debat publik berpotensi melanggar prinsip kebebasan pers yang diatur dalam Pasal 28F UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Kebebasan pers memberi hak kepada wartawan untuk mencari, memperoleh, dan menyebarkan informasi kepada masyarakat. Pembatasan ini bisa menurunkan akses masyarakat terhadap informasi publik yang transparan,” jelas Imam.
Debat publik merupakan forum terbuka yang seharusnya memfasilitasi masyarakat dalam memperoleh informasi mengenai calon pemimpin daerah. Pembatasan peliputan langsung dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap integritas pelaksanaan pemilu.
Sby juga menegaskan bahwa pembatasan ini harus memiliki dasar hukum yang jelas untuk menghindari pelanggaran hak publik atas informasi.
Sebagai langkah lanjut, diharapkan KPUD Pemalang dapat berdialog dengan perwakilan media untuk mencari solusi agar hak masyarakat untuk mendapatkan informasi tetap terjamin tanpa mengurangi kenyamanan dan keamanan jalannya debat.
Hingga berita ini dipublish, puluhan wartawan Pemalang masih menunggu konfirmasi dan klarifikasi dari KPUD. Jika tak juga direspons, para jurnalis mempertimbangkan akan menggelar aksi menyampaikan surat protes secara resmi, termasuk dari induk organisasi Pers di Pemalang. (Sukma)