SUARA NEGERI | BREBES — Sempat sebelumnya Kabupaten Brebes mencanangkan jadi kabupaten penghasil komoditas terbesar. Ratusan hektar di beberapa wilayahpun telah dijadikan lahan perkebunan pisang.
Namun belakangan di dapat informasi lahan perkebunan pisang yang sedianya disiapkan untuk mendukung program ketahanan pangan itu sudah tidak lagi produktif. Dan telah diusulkan dan diajukan menjadi lahan industri atau zona merah oleh pemilik.
Sehingga salah satu tokoh masyarakat menilai pembebasan lahan untuk perkebunan pisang sebelumnya dinilai hanya kamuflase.
Hal itu disampaikan oleh Asrofi selalu tokoh masyarakat Kabupaten Brebes saat ditemui di kediamannya, Rabu 6 November 2024. Kepada media ini, Asrofi mengaku ikut terlibat pada awal pembebasan lahan tersebut.
Di mana pada tahun 2021 lalu ia diminta tolong untuk membantu proses pembebasan lahan untuk akses masuk.
Atas permintaan itu, ia pun menggelontorkan sejumlah uang untuk pembelian lahan akses masuk, lantaran pemilik tanah minta dibayarkan terlebih dulu.
"Bahkan sampai sekarang uang saya belum juga dikembalikan,"ucap Asrofi.
Ia menilai kalau proses dan mekanisme pembebasan ribuan hektar lahan pertanian di wilayah tersebut memang tidak ada masalah.
Di mana pada tahap awal, pihak pembeli memberikan harga kepada pemilik lahan senilai Rp.12.000 sampai 15.000 per meter. Dan di tahap berikutnya, harga naik antara 15.000 sampai 20.000 per meter.
"Kalau proses pembebasan tidak ada masalah, untuk harga sendiri juga sudah sesuai karena disitu lahannya kurang produktif dan sulit air," terang dia.
Namun belakangan ini, ia mulai curiga dengan adanya permohonan perubahan zona yang dilakukan oleh pemilik lahan melalui notarisnya.
Di mana dalam permohonannya itu, pihak pemilik menghendaki agar lahan tersebut masuk dalam zona industri pada revisi Perda Tata Ruang dan Wilayah tahun ini.
"Saya tahu karena saya juga pemohon juga. Kebetulan saya punya lahan di Desa Pagejugan utara KPT yang sekarang masih zona hijau. Saya mohonkan juga agar bisa menjadi zona merah,"ucap Asrofi.
Kembali ke lahan perkebunan pisang, Asrofi menilai kalau itu hanya kamuflase semata. Pasalnya, untuk membuka areal perkebunan pisang seharusnya dilakukan kajian mendalam terlebih dulu.
Padahal semua sudah tahu, di wilayah tersebut merupakan daerah sulit air dan tidak produktif. Dan ujung-ujungnya, saat ini diusulkan menjadi lahan industri, dengan dalih lahannya tidak produktif untuk pertanian pisang.
Terkait dengan dugaan adanya biaya yang dikeluarkan oleh pemilik lahan untuk perubahan zona itu, Asrofi mengaku tidak memiliki kapasitas untuk menjawabnya.
"Untuk masalah biaya pastinya ada, tapi itu bukan kewenangan saya untuk menjawab. Itu bisa ditanyakan ke Inawati atau Heri Fitriansyah selaku ketua Pansus dan Pak Joko Gunawan sebagai Sekda saat itu,"tandas dia.
Tapi pada dasarnya, lanjutnya, untuk proses pengurusan perubahan zona itu tidak ada biaya resmi yang harus dikeluarkan alias gratis.
Masyarakat atau pemilik lahan bisa mengajukan permohonan langsung ke Pemkab Brebes atau melalui legislatif. Setelah itu, nanti masuk pada pembahasan revisi Perda Tata Ruang dan Wilayah untuk periode lima tahunan.
Dan sepengetahuan dirinya, saat ini proses pembahasan Perda RTRW sudah selesai dan telah diajukan ke provinsi dan pusat.
"Provinsi juga sudah selesai, dan pusat kalau tidak salah di akhir Agustus awal Septemberan tahun ini," ujar Asrofi. (ron)