SUARA NEGERI | TAPSEL — Anggota DPD RI, Pdt. Penrad Siagian, mengunjungi korban banjir bandang di Tapanuli Selatan (Tapsel), Provinsi Sumatra Utara (Sumut) sekaligus menyerahkan 1.000 paket bantuan dari Kementerian Sosial (Kemensos) untuk meringankan beban masyarakat terdampak.
Dalam kunjungan yang berlangsung Jumat malam, 20 Desember 2024 itu, Penrad juga menyoroti langkah-langkah strategis untuk mencegah terulangnya bencana serupa di masa depan.
Diketahui, banjir bandang tersebut melanda Desa Kota Tua dan Desa Simaninggir di Kecamatan Tano Timbangan Angkola.
Akibatnya, 1 warga mengalami luka berat, 1 warga luka ringan, namun tidak ada korban jiwa. Bencana ini juga merusak 4 rumah yang hanyut, 20 rumah rusak parah, dan 57 rumah rusak ringan, dengan total 200 rumah terdampak.
Infrastruktur lain yang terkena dampak meliputi 1 gereja, 2 masjid, dan infrastruktur air bersih yang hancur karena bencana tersebut. Adapun korban yang terdampak banjir sebanyak 1.559 orang.
Saat ini, pengungsi ditempatkan di tiga lokasi, yakni Simaninggir dekat Posyandu, Istana Hasadaon Kota Tua, dan Gereja KPA Kota Tua.
Kehadiran Pdt. Penrad Siagian di lokasi disambut Kepala Desa Simaninggir, Kepala Desa Kota Tua, BPD, aparat desa lainnya serta tim kesehatan dari dinas kesehatan Tapsel.
Dalam pertemuannya dengan warga, Penrad menekankan pentingnya solusi preventif untuk mencegah banjir bandang.
“Kita harus memikirkan bagaimana langkah preventif ke depan. Jika diperlukan relokasi, harus dipastikan ada tempat yang layak untuk masyarakat. Relokasi bukan hanya soal memindahkan warga, tetapi juga memberikan kehidupan baru yang lebih aman dan nyaman,” ujar Penrad dalam keterangannya, Minggu (22/12).
Penrad juga menyoroti program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) yang kerap menjadi perhatian di wilayah ini.
“Program TORA harus benar-benar dikawal agar tidak menjadi ajang proyek di tingkat pemerintah daerah. Kita harus memastikan bahwa program ini berjalan sesuai dengan tujuannya, yaitu membantu masyarakat,” tegasnya.
Selain itu, dia juga menegaskan bahwa persoalan status hutan lindung harus menjadi perhatian serius.
Penrad menyerukan kerja sama antara kepala desa dan masyarakat untuk memperjuangkan keluarnya desa-desa dari status kawasan hutan.
“Ini harus menjadi kerja bersama. Kita akan berjuang agar kampung-kampung kita dikeluarkan dari kawasan hutan, sehingga masyarakat dapat hidup dan berkembang tanpa ketakutan akan penggusuran,” kata Penrad.
Dalam rangka percepatan penanganan pascabencana, Penrad meminta agar alat berat seperti beko dan dump truck milik PU dan Balai Wilayah Sungai (BWS) tetap berada di lokasi hingga pekerjaan benar-benar selesai.
“Alat berat jangan ditarik dulu sebelum semua pekerjaan selesai. Kita harus memastikan masyarakat bisa kembali beraktivitas dengan normal tanpa ada hambatan,” ucapnya.
Kunjungan ini pun menegaskan komitmen Senator Penrad Siagian untuk tidak hanya memberikan bantuan fisik, tetapi juga memperjuangkan kebijakan yang berpihak pada masyarakat.
“Saya berharap kita semua, pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya, dapat bersama-sama bekerja demi solusi yang berkelanjutan. Ini bukan hanya tentang hari ini, tetapi masa depan kita bersama,” tutur Pdt. Penrad Siagian.
Di tempat serupa, Boru Pardede yang merupakan korban banjir bandang mengungkapkan bencana ini menjadi yang terparah dalam beberapa dekade terakhir.
Bencana ini menghancurkan rumah-rumah, membawa material kayu, dan menyapu pepohonan dari perbukitan ke pemukiman warga.
Ia menceritakan betapa dahsyatnya banjir kali ini.
"Kalau rumahku, isinya saja yang hancur. Awalnya air kecil, terus agak besar, enggak lama kemudian pohon-pohon dari atas dan kayu roboh," ujarnya.
Menurut Pardede, kejadian serupa pernah terjadi pada 2004, namun dampaknya tak seburuk tahun ini.
"Dari semua kejadian sejak 1985, tahun 2024 inilah yang paling parah. Sebelumnya, hanya batu-batu yang jatuh dari atas, enggak terlalu parah. Dari beberapa kali kejadian, inilah yang paling parah," katanya. (*)