CLOSE ADS
CLOSE ADS

Muhammadiyah: Energi Bangsa Habis Hanya Untuk Bertengkar Soal Kebijakan

SuaraNegeri.com
30 Desember 2024 | 18:09 WIB Last Updated 2024-12-30T11:09:59Z

SUARA NEGERI | JAKARTA — Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir mendukung wacana mengkaji pemilihan kepala daerah (Pilkada) dipilih oleh DPRD provinsi, kabupaten dan kota.

Wacana tersebut pertama kali diungkap oleh Presiden RI Prabowo Subianto dan menurut Headar Nashir merupakan wujud dari mulai timbulnya problem atau masalah dari mekanisme pemilihan calon kepala daerah langsung.

Kata dia, awal mula dilaksanakannya pemilihan langsung oleh rakyat terhadap calon kepala daerah adalah untuk mengantisipasi terjadinya penyanderaan politik.

"Ketika dulu ini ada problem ketatanegaraan, dulu ketika beralih dari MPR dan DPRD ke pemilihan langsung itukan diharapkan supaya tidak ada pembajakan lah gitu atau penyanderaan politik seperti masa lalu," kata Haedar saat penyampaian Refleksi Akhir Tahun 2024 PP Muhammadiyah, secara daring, pada Senin (30/12/2024).

Akan tetapi, alih-alih untuk mencegah terjadinya penyanderaan politik, justru penerapan pemilihan langsung dipandang Haedar, menimbulkan problem.

Dimana, salah satunya, hasil dari pemilihan oleh rakyat itu justru membuat pejabat negara menjadi memiliki otoritas yang kuat.

"Tetapi sekarang terjadi kan? Bahwa pimpinan pejabat terpilih yang dipilih secara langsung itu merasa punya otoritas lebih sehingga susah dikontrol, nah karena dipilih secara langsung oleh rakyat, siapa yang mengontrol?" kata Haedar.

Banyak pejabat negara yang menurut Haedar, sulit dikontrol ketika berhasil memenangkan pemilihan langsung dan membuat kebijakan.

Mereka, kata Haedar, berdalih kalau keputusan yang dikeluarkan adalah atas restu dan kehendak dari rakyat sebagai konstituen yang memilih saat pemilu.

"Jadi ketika ada sekelompok masyarakat yang mau mengontrol selalu argumennya, rakyat yang mana?" kata dia.

"Saya dipilih oleh sekian persen gitu kan, ini baru terasa ada problem ketatanegaraan kita yang terlanjur sudah kita ubah gitu," sambung Haedar.

Atas hal itu, munculnya wacana untuk pemilihan kepala daerah kembali dilakukan oleh DPRD menurut dia perlu dikaji.

Hanya saja, harus diperhatikan banyak aspek termasuk masukan dari rakyat.

"Makanya kemarin sempat ada usul dari pak Prabowo bahwa kita kembali ke DPRD ya itu dikaji secara seksama semuanya," imbuhnya.

Selanjutnya, Haedar menyinggung perlunya konsolidasi demokrasi pasca-Pemilu 2024. Haedar menyoroti tantangan seperti politik uang dan kurangnya moralitas pejabat sipil. 

Demokrasi, lanjutnya, harus lebih substantif dan menjadi kesadaran seluruh perangkat negara. Proses demokratisasi harus diperkuat agar tidak hanya bersifat prosedural.

Poin keempat, terkait Pilkada 2024, Haedar meminta kepala daerah terpilih agar tidak terjerumus dalam korupsi, gratifikasi, politik balas jasa, atau pemberian konsesi lahan yang merugikan rakyat.

Haedar juga mengingatkan pentingnya kebijakan publik yang pro rakyat. Pemerintah diminta lebih cermat dalam mengambil kebijakan agar tidak menimbulkan polemik di masyarakat.

“Belajar dari periode sebelumnya, energi bangsa terlalu banyak habis untuk bertengkar soal kebijakan. Saatnya melangkah dengan keseksamaan dan mengutamakan harapan masyarakat,” tandas Haedar. (*)
 
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Muhammadiyah: Energi Bangsa Habis Hanya Untuk Bertengkar Soal Kebijakan

Trending Now

Iklan