SUARA NEGERI | JAKARTA — Ketua Bidang Ekonomi Pembangunan, Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), Ibnu Tokan mengatakan, jika proyek pemagaran laut untuk kepentingan pembangunan PIK, maka menjadi dalang kemiskinan yang terjadi di wilayah pesisir Kabupaten Tangerang.
"Proyek PIK 2 menjadi dalang menurunnya pendapatan para nelayan dan memperparah kemiskinan komunitas pesisir, seperti nelayan tradisional dan kecil di kabupaten Tangerang,” kata dia dalam keterangannya yang diterima redaksi, pada Senin (13/1).
Sebelumnya, dalam keterangan Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampasan Tanah Rakyat (TA-MOR PTR) menyebut bahwa yang melakukan pemagaran adalah Memet salah satu warga Desa Lemo, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang.
Memet menurut keterangan itu, bertindak atas perintah dari Gojali alias Engcun yang merupakan orang kepercayaan Aguan.
Menurut PB HMI, akibat pemagaran laut tersebut telah menghilangkan akses bagi nelayan untuk mencari kebutuhan sehari-hari, utamanya yang terkait hasil penangkapan ikan.
"Selain itu, dampak dari pembangunan PIK 2 mengarah pada hilangnya wilayah penangkapan ikan dan rusaknya ekosistem pesisir di wilayah kabupaten Tangerang," kata dia.
Oleh sebab itu, lanjut Ibnu, negara harus turun menyelesaikan masalah ini dengan memeriksa dan mengaudit proyek pembangunan PIK 2 secara transparan dan objektif.
Terkait adanya pemagaran laut sepanjang 30, 16 km di perairan Tangerang, hingga kini masih menjadi sorotan publik.
Meski pihak KKP pada pekan lalu telah menyegel area tersebut, namun tak mengurangi atensi publik.
Berdasarkan data, persentase kemiskinan di wilayah pesisir Banten, sekitar 7 persen dari 3,1 juta jiwa penduduk yang bermukim di kawasan pesisir Kabupaten Tangerang.
LAUT MILIK NEGARA
Ditempat terpisah, Anggota Komisi IV DPR Firman Soebagyo, mendesak pemerintah memproses hukum kepada siapapun baik perorangan maupun badan usaha yang melakukan pemagaran laut tanpa izin.
Ia menyebut pemagaran laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Tangerang, kawasan PIK yang diduga dilakukan oleh bos Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan.
Firman menuturkan masyarakat harus mengetahui adanya aturan baku tentang wilayah maritim Indonesia yang perlu ditaati, termasuk dalam hal pemagaran laut.
"Laut itu milik negara, kita ini punya undang-undang yang namanya undang-undang kelautan, kita punya undang-undang perizinan pulau-pulau kecil, kita punya UNCLOS, ini kan regulasi internasional yang harus kita taati dan regulasi nasional yang kita taati," kata dia.
Oleh sebab itu, ia meminta agar pemerintah menindak tegas pelaku pemagaran laut tanpa izin tersebut.
"Hukum dibuat karena itu. Oleh karena itu, siapa pun tidak pandang bulu, perorangan, atau itu merupakan badan usaha, semua ada mekanisme dan aturannya," pungkasnya.