CLOSE ADS
CLOSE ADS

TKD Kena Efisiensi, Perlu Relaksasi Bagi Daerah Untuk Dukung Pendidikan dan Kesehatan

SuaraNegeri.com
14 Februari 2025 | 21:28 WIB Last Updated 2025-02-14T14:28:30Z

SUARA NEGERI | JAKARTA — Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah pusat berdampak ke daerah, terkhusus daerah 3T. Salah satu dampak langsungnya adalah berkurangnya Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Pemerintah Pusat. 

Saat melayani wartawan yang melakukan doorstop di ruang kerjanya pada Jum’at 14/02/25, Filep Wamafma, Ketua Komite III DPD RI menyebut bahwa dirinya dan sebagian besar anggota DPD RI telah menerima curhatan Pemda Provinsi maupun Kabupaten/Kota perihal pemotongan anggaran tersebut.  

Sebagian besar mengungkapkan kekhawatirannya  perihal dampak pemotongan anggaran itu pada penyelenggaraan pembangunan di daerah – yang pada akhirnya akan berujung pada hilangnya pemenuhan hak-hak masyarakat sebagai warga negara yang wajib dijamin oleh negara. 

“TKD berperan sebagai alat strategis dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Kontribusi signifikan yang dapat dihasilkan oleh penyaluran TKD salah satunya peningkatan akses layanan publik," kata dia. 

Sektor-sektor seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur menjadi prioritas utama dalam penggunaan TKD. Sebagai contoh, Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik banyak digunakan untuk membangun fasilitas kesehatan dan pendidikan, seperti puskesmas dan sekolah di daerah terpencil. Ini memudahkan akses masyarakat terhadap layanan dasar yang sebelumnya sulit dijangkau.

Menurutnya, pemangkasan anggaran TKD sebesar Rp 50,59 triliun dari  total  TKD tahun 2025 sebesar Rp, 919,9 trilyun meski hanya sekitar 5,5% jelas sangat berdampak untuk daerah. Penyaluran TKD ke daerah  menjadi pilar utama dalam kebijakan fiskal pemerintah, yang bertujuan untuk mendukung pembangunan dan percepatan ekonomi antar wilayah. 

Pemangkasan TKD pada daerah bukan sekedar meminta daerah lebih kreatif dalam  memanfaatkan PAD dan melakukan efisiensi. Tetapi jauh dari itu, kemampuan setiap daerah untuk men-generate PAD sebagai salah satu sumber APBD tidak sama.  Banyak faktor menjadi penyebabnya salah satunya kondisi geografis dan keadaan alam daerah. 

Faktor-faktor di atas menurut Filep  kurang dipertimbangkan oleh Pemerintah. Filep menyebut daerah 3T juga terkena pemangkasan TKD. Sebagai contoh, merujuk pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2020 Tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024, telah jelas apa yang dimaksud dengan daerah tertinggal serta kriterianya. 

“Seperti yang terjadi di Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat. Daerah ini berdasarkan Perpres 63/2020 termasuk daerah tertinggal. Namun daerah ini untuk tahun 2025 sebagai akibat pemangkasan justru tidak menerima DAK Fisik untuk penguatan sistem dan kapasitas pelayanan kesehatan dan keluarga berencana serta sanitasi layanan dasar. Kebijakan ini tentu kontradiksi. Kami mempertanyakan bagaimana pemenuhan hak warga negara atas kesehatan disana. Oleh karena itu, kami berharap Pemerintah dapat memberikan relaksasi terkait pemangkasan TKD bagi daerah 3T,” ujar Filep mengakhiri wawancaranya. (*)
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • TKD Kena Efisiensi, Perlu Relaksasi Bagi Daerah Untuk Dukung Pendidikan dan Kesehatan

Trending Now

Iklan