SUARA NEGERI | JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto dikabarkan tengah berencana melakukan reshuffle sejumlah menteri dalam beberapa bulan mendatang. Hal ini terjadi karena kinerja yang kurang memuaskan dan adanya tekanan politik dari mitra koalisi.
Dikutip dari The Straits Times, lingkaran dalam Prabowo menyarankan Presiden agar mengganti elemen lemah dalam pemerintahan. Hal ini agar Prabowo bisa mempercepat pemenuhan janji kampanye.
Tiga pejabat pemerintah yang tidak berwenang berbicara kepada media, mengatakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto masuk radar menjadi salah satu nama yang mungkin dicopot dari Kabinet.
Wacana pencopotan Airlangga dilakukan di tengah pelemahan ekonomi, penurunan belanja konsumen, turunnya pendapatan negara, hingga jatuhnya indeks saham Indonesia.
"Tidak ada kerja sama tim yang baik antara Airlangga dan para menteri yang diawasinya," kata seorang sumber kepada The Straits Times.
Kabarnya, Airlangga akan diberi peran kunci di bidang diplomasi.
Dari kabar di internal pemerintahan, perkiraan pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2025 hanya berkisar pada angka 4,5% hingga 4,9%. Angka ini menurun dari periode yang sama tahun 2024 yakni 5,11%.
Pengamat berharap reshuffle ini bisa memasukkan lebih banyak teknokrat ketimbang politikus ke dalam kabinet. Pakar komunikasi politik Universitas Padjadjaran, Kunto Adi Wibowo menyoroti kinerja menteri lain seperti Menteri Desa Yandri Susanto dan Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi.
Meski demikian, faktor politik tetap berperan dalam reshuffle mendatang. Kunto menduga ada tekanan dari internal Partai Gerindra untuk menambah kader mereka di kabinet.
"Bagi Airlangga, jika dia meninggalkan (jabatan), lebih karena politik daripada kinerja," katanya.
Di sisi lain, nama Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Viada Hafid awalnya dipandang memiliki potensi besar dalam membangun ekosistem digital yang lebih baik di Indonesia.
Namun, namanya kini terseret dalam dugaan keterlibatan suaminya, Noer Fajriensyah (NF), dalam kasus korupsi impor gula senilai Rp578 miliar.
Meski belum ada bukti langsung yang mengaitkan MVH dengan kasus ini, muncul tuduhan bahwa ia berupaya menghilangkan berita-berita terkait suaminya dari media sosial dan platform digital.
Jika benar, hal ini bisa menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers dan keterbukaan informasi di Indonesia.
Harapan Pinto Janir
Sementara itu, kabar terkini nama politikus PSI, Grace Natalie makin santer disebut bakal di tarik ke Kementerian Komunikasi dan Digital. Ihwal kabar ini dibenarkan orang penting di internal pemerintahan.
"Meski belum final, tapi sudah ada dua partai yang mengusulkan, dan sepertinya, insha Allah jadi ini barang," kata sumber SuaraNegeri.com pada Jumat (11/4).
Ia meyakini kehadiran Grace Natalie akan menambah value bagi Kabinet Merah Putih, utamanya dukungan eksternal dan oligarki.
"Namun keputusan akhir tetap hak prerogatif Presiden," imbuhnya.
Menanggapi hal ini, Dewan Pembina Perwari (Persatuan Wartawan dan Media NKRI) Pinto Janir menyambut antusias.
Menurutnya, karena ruang Komdigi adalah ruang strategis berbangsa dan bernegara dalam rekatan kebudayaan di abad digital.
"Kita tengah berada di zaman risau. Komunikasi dan digital adalah kunci sejuk menciptakan kenyamanan dan mendongkrak kreativitas," kata Wartawan Senior asal Minangkabau ini.
"Doa saya, Sis menjadi Menteri. Kita kembalikan cahaya terang "Deppen" lama," imbuhnya.
Harapan saya, lanjut Pinto, bila Sis jadi Menteri Komdigi, saya dan kawan kawan jurnalis dapat membantu tumpang saran untuk Komdigi perekat bangsa dalam perkembangan media yang kian dahsyat di badai digital yang tak terhambat.
"Kita hidupkan kembali pembinaan pembinaan untuk menciptakan insan wartawan berkarakter cinta bangsa," tegas Pinto.
Menurut Budayawan dan Sastrawan ini, spirit jurnalisme kebangsaan bisa kita kembangkan melalui program Komdigi. Pers itu perekat bangsa. Perekat persatuan. Ia penyulam rasa berbangsa dan bernegara.
"Kita (selama ini) sibuk terus membangun tower BTS di mana mana, tapi kita lupa membangun para insan pemancarnya," ulas Pinto Janir.
Pinto berpandangan, negara dan pers tak boleh dipisahkan dan tak boleh dijurangkan. Ia adalah komponen penguat kehidupan berbangsa yang penuh kenyamanan, kedamaian dan keadilan.
"Sementara, Komdigi adalah jembatan negara antara pers dan masyarakatnya. Komdigi, tidak hanya soal komunikasi dan digital, tapi adalah soal kebudayaan dan peradaban!," pungkas Pinto.
Sementara terkait Reshuffle Kabinet, belum ada jawaban dari pihak pemerintah perihal kabar terbaru ini.
Kepala Kantor Komunikasi Presiden Hasan Nasbi hingga saat ini belum merespons informasi tersebut.
Prabowo sejauh ini baru melakukan satu kali reshuffle. Ia mengganti Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro dengan Brian Yuliarto pada 19 Februari 2025 lalu.(Rl/01/via)